Islam adalah agama sempurna. Kesempurnaannya sebagai sebuah sistem hidup dan sistem hukum meliputi segala perkara yang dihadapi oleh umat manusia. Firman Allah Swt:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segalasesuatu..” (TQS. An-Nahl [16]: 89)
Islam merupakan agama fitrah. Artinya Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Di dalam Islam, kita tentunya mengenal fitrah kita sebagai makhluk hidup, yakni adanya potensi hidup berupa kebutuhan hidup/jasmani atau hajataul ‘udhuwiyah dan adanya naluri-naluri yang tak bisa di hilangkan, yakni pertamaadanya naluri untuk mensucikan sesuatu / Gharizah Taddayun, kedua Naluri untuk melestarikan jenis/Gharizah Nau’ dan yang ketiga adalah adanya Naluri untuk mempertahankan diri/Gharizah Baqa’.
Kesemua potensi-potensi hidup dia tas tidaklah bisa di hilangkan , namun hanya bisa dialihkan. Naluri beragama misalnya, tidak bisa dihilangkan, namun hanya bisa dialihkan, dari yang dasarnya adalah mengagungkan adanya sang pencipta namun mereka alihkan dengan mengagungkan system ideology komunisme mereka.
Pun juga dengan naluri-naluri yang lain. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang naluri untuk melestarikan keturunan atau yang biasa disebut dengan Gharizah Nau’.
Namun, penulis disini tidak membahas bagaimana memanfaatkan potensi itu secara umum, karena penulis yakin, telah banyak artikel dan tulisan sejenis yang membahas seputar tersebut di atas.
Gharizah Nau’
Sebagaimana yang telah di jelaskan sedikit di atas, gharizah an nau’ atau naluri untuk melestarikan keturunan ini merupakan satu diantara tiga fitrah manusia yang telah dibekali oleh Allah sang pencipta manusia di dunia ini.
Dan Allah sebagai pencipta pun telah menurukan seperangkat aturan bagi hamba-hambaNya untuk memenuhi gharizah an Nau’ tersebutdalam koridor syariah. Dan syariah Islam telah mensyariatkan hukum Sunnah bagi umatnya untuk menikah dalam rangka pemenuhan gharizah tersebut.
Terkait dengan hokum syariah Islam berupa sunnah ustadz Sarwat Lc menjelaskan bahwa para ahli fiqih punya istilah sunnah yang mereka definisikan dengan beberapa batasan.
Sebagian ahli fiqih mengatakan bahwa sunnah itu adalah sebuah perbuatan yang bila dikerjakan akan mendatangkan pahala dan bila tidak dikerjakan tidak mendatangkan dosa bagi pelakunya.Lihat kitab Al-Fatawa Al-Hindiyah jilid 1 halaman 67, juga kitab Ibnu Abidin jilid 1 halaman 70.
Sementara sebagian ahli fiqih lainnya membuat batasan bahwa sunnah adalah perbuatan yang selalu dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW, namun tidak sampai menjadi kewajiban karena tidak ada dalil yang menunjukkan atas kewajibannya.Bisa kita baca dalam kitab Ibnu Abidin jilid 1 halaman 80 dan 404.
Juga kitab Jawahirul Iklil jilid 1 halaman 73.Ulama lain mendefinisikan sebagai metode dalam beragam yang tidak sampai difardhukan atau diwajibkan. Lihat kitab Kasyful Asrar oleh Al-Bazdawi jilid-jilid halaman 302.
Kembali ke persoalan \menikah tadi, banyak sekali ayat-ayat di dalam al qur’an dan hadist yang mengupas seputar persoalan menikah ini. Diantara ayat-ayat al qur’an tersebut adalah sebagai berikut :
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Ar-Ruum 21)
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (An Nuur 32)
“Dan segala sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah” (Adz Dzariyaat 49)
“Janganlah kalian mendekati zina, karena zina itu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (Al-Isra 32)
“Dialah yang menciptakan kalian dari satu orang, kemudian darinya Dia menciptakan istrinya, agar menjadi cocok dan tenteram kepadanya” (Al-A’raf 189)
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)” (An-Nur 26)
“Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan” ( An Nisaa : 4)
Adapun dari hadist, juga sangat banyak sekali anjuran tersebut, misalnya :
“Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku” (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)
“Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi)
“Janganlah seorang laki-laki berdua-duan (khalwat) dengan seorang perempuan, karena pihak ketiga adalah syaithan” (Al Hadits)
“Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhori-Muslim)
“Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat, sebab syaithan menemaninya. Janganlah salah seorang di antara kita berkhalwat, kecuali wanita itu disertai mahramnya” (HR. Imam Bukhari dan Iman Muslim dari Abdullah Ibnu Abbas ra).
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah tidak melakukan khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai mahramnya, karena sesungguhnya yang ketiga adalah syetan” (Al Hadits)
“Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan hidup adalah istri yang sholihah” (HR. Muslim)
“Jika datang (melamar) kepadamu orang yang engkau senangi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan putrimu). Jika kamu tidak menerima (lamaran)-nya niscaya terjadi malapetaka di bumi dan kerusakan yang luas” (H.R. At-Turmidzi)
“Barang siapa yang diberi istri yang sholihah oleh Allah, berarti telah ditolong oleh-Nya pada separuh agamanya. Oleh karena itu, hendaknya ia bertaqwa pada separuh yang lain” (Al Hadits)
“Jadilah istri yang terbaik. Sebaik-baiknya istri, apabila dipandang suaminya menyenangkan, bila diperintah ia taat, bila suami tidak ada, ia jaga harta suaminya dan ia jaga kehormatan dirinya” (Al Hadits)
“Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)
“Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak” (HR. Abu Dawud)
“Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain” (HR. Abdurrazak dan Baihaqi)
“Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari)
“Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang” (HR. Abu Ya¡¦la dan Thabrani)
“Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat” (HR. Ibnu Majah,dhaif)
“Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka” (Al Hadits)
“Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya, Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan itu padanya” (HR. Thabrani)
“Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama” (HR. Ibnu Majah)
“Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda : Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya ; maka pilihlah yang beragama” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
“Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan maharnya” (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih)
“Jangan mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau lelaki itu mulia di dunia dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi wali pernikahannya.” (HR. Ashhabus Sunan)
“Sesungguhnya berkah nikah yang besar ialah yang sederhana belanjanya (maharnya)” (HR. Ahmad)
“Dari Anas, dia berkata : ” Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mahar berupa keIslamannya” (Ditakhrij dari An Nasa’i)
“Adakanlah perayaan sekalipun hanya memotong seekor kambing.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Itulah sekilas tentang ayat-ayat Allah serta hadist-hadist yang menyinggung seputar pemenuhan gharizah an Nau’ di dalam Islam yakni dengan cara menikah.
Sesunguhnya, persoalan menikah ini bukan hanya sebatas itu saja. Banyak keutamaan yang bisa kita dapati dengan menikah.
- Berhak mendapatkan pertolongan dari Allah di hari kiamat kelak : “Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : a. Orang yang berjihad / berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda / i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim)
- Membuka pintu Rezeki
Dari Abu Hurairah ra., Nabi saw. bersabda : “Allah enggan untuk tidak memberi rezeki kepada hamba-Nya yang beriman, melainkan pasti diberinya dengan cara yang tak terhingga.” (HR. Al-Faryabi dan Baihaqi)
Dari Jabir ra., ia berkata : “Nabi saw. bersabda : ‘Ada tiga hal bila orang melakukannya dengan penuh keyakinan kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya untuk membantunya dan memberinya berkah. Orang yang berusaha memerdekakan budak karena imannya kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya membantunya dan memberinya berkah. Orang yang menikah karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala-Nya, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya membantunya dan memberinya berkah …..’” (HR. Thabarani).
Dari Jabir ra., ia berkata : “Nabi saw. bersabda : ‘Tiga golongan yang berhak mendapatkan pertolongan dari Allah ta’ala, yaitu : seorang budak yang berjanji menebus dirinya dari majikannya dengan penuh iman kepada Allah ta’ala, maka Allah ta’ala mewajibkan diri-Nya untuk membelanya dan membantunya; seorang lelaki yang menikah guna menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan Allah (zina), maka Allah mewajibkan diri-Nya untuk membantunya dan memberinya rezeki …..’.” (HR. Dailami)
“Carilah oleh kalian rezeki dalam pernikahan (dalam kehidupan berkeluarga).” (HR Imam Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus). - Pahala orang yang menikah itu lebih banyak dibanding yang belum menikah dalam perkara beramal.
“Dua rakaat yang dilakukan orang yang sudah berkeluarga lebih baik dari tujuh puluh rakaat shalat sunah yang dilakukan orang yang belum berkeluarga.” (HR. Ibnu Adiy dari Abu Hurairah) - Berguguran dosa mereka ketika merengkuh tangan pasangannya
“Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan istrinya memperhatikan suaminya,” kata Nabi Saw menjelaskan, “maka Allah memperhatikan mereka berdua dengan perhatian penuh Rahmat. Manakala suaminya merengkuh telapak tangannya (diremas-remas), maka berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela-sela jari jemarinya.” (Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi dari Abu Sa’id Al-Khudzri r.a) - Menggenapkan separuh agama Islam
“Apabila seorang hamba telah berkeluarga, berarti dia telah menyempurnakan setengah dari agamanya maka takutlah kepada Allah terhadap setengahnya yang lainnya.” (HR At-Thabrani)
Abu Hatim mengatakan bahwa yang menegakkan agama seseorang umumnya ada pada kemaluan dan perutnya dan salah satunya tercukupkan dengan cara menikah, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah untuk yang keduanya.” (Faidhul Qodir juz VI hal 134)
Nabi Muhammad s.a.w. bersabda, “Sikap menahan diri yang paling Allah sukai adalah menjaga kemaluan dan perut.”
Semoga bermanfaat, bagi yang telah menikah agar semakin berpacu dengan waktu guna menjadikan keluarganya mejadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah, dan bagi yang belum menikah agar menjadi motivasi untuk menyegerakan hal tersebut.
Wallahu A’lam bis showab.